Passion: Sometimes, money doesn’t matter at all!


Pagi itu, orang-orang terlihat bertingkahlaku tidak biasa. Pagi itu beberapa orang menyapaku dengan senyum tulus penuh kebahagiaan merekah di bibir mereka. “Apa yang terjadi dengan orang-orang ini??” Aku sepertinya tahu alasannya apa. Karena hari itu tepat tanggal kabisat, 29 Februari, pembagian bonus dilakukan. Tidak biasa, karena biasanya pembagian bonus dibagikan pada hari libur (katanya) untuk mencegah luapan emosi negatif yang menggebu-gebu dari karyawan yang (merasa) tidak mendapatkan bonus sesuai dengan performance-nya. Tapi untunglah sepanjang penglihatan dan pendengaranku, tidak ada seorangpun yang melakukannya.

Dan pagi itu keluar dari lift, seorang teman mencegatku dan mengajak ngobrol. Sepertinya dia sangat tertarik dengan status Blackberry Messanger ku pagi ini,

“I will fight for my passion. No matter how much money this company gives me. I’ll keep fight..”

Dan dia sepertinya ingin membahasnya. Akhirnya dia menceritakan kisahnya yang membuatku benar-benar tersentuh dan tersentak (seperti) karena tiba-tiba terbangun dari tidur.

Dia bercerita tentang passionnya. Katanya, dia telah ditawari sebuah perusahaan consumer goods multinasional -yang sangat terkenal di seluruh dunia sampai aku berpikir kalau tidak ada seorangpun yang tidak menyimpan produk perusahaan tersebut dirumahnya- dengan salary Rp.20.000.000,- Aku dalam hati “wow”. Selain itu, dia juga ditawar sebuah bank asing dengan salary Rp. 16.000.000,- aku dalam hati “wow“ lagi. Tapi dia tau dia ingin apa, dia ingin sekali bekerja di bagian kartu kredit. Alih-alih memilih pekerjaan dengan penghasilan 20juta atau 16juta, dia memilih tetap bekerja di bank -dengan selogan terbesar, terpercaya, tumbuh bersama anda- ini dengan gaji kurang dari 6jt. WOW. Aku ga bisa berkata apa-apa lagi, hanya bisa termenung dan melihat kearahnya dengan penuh rasa salut. Dia juga bilang bahwa uang tidak masalah, terkadang mengejar passion, apa yang kita suka, itu lebih daripada sekedar mengejar uang. Namun ada satu pesan realistis yang dia ingatkan bahwa nanti kalau dia ternyata tidak menyukai pekerjaan di unit kartu kredit tersebut, dia akan mencari yang lain. Setidaknya dia sudah mencoba.

Wow.. wow.. wow.. ternyata orang seperti itu benar-benar ada. Mungkin sebagian orang akan bilang kalau dia terlalu bodoh dan gila menolak tawaran salary 20jt rupiah per bulan. Tapi buatku dia adalah orang hebat. Walaupun aku tidak tau apa motifasinya ingin bekerja di bisnis kartu kredit namun aku sangat salut dengan keputusannya yang cukup berani itu.

Jadi teringat pelajaran Holy Discontent kemarin di kelas Community of Leaders. Setelah diajari tentang apa itu Leadership, mengenali kepribadian dari tes DISC, mengetahui kekuatan dan menuliskannya dalam sebuah strength statement, pelajaran kali ini mengajarkan tentang Holy discontent atau dalam terjemahan bahasa anak-muda-jaman-sekarang, kegalauan yang kudus (hahahaha). Sebenarnya pelajaran ini (menurutku) lebih kepada sharing pengalaman dari ps.Jose bagaimana dia yang dulunya bersekolah di Jerman mempunyai kehidupan yang cukup menjanjikan dan mapan disana akhirnya memilih untuk kembali ke Indonesia pada masa krisis 1998 untuk memenuhi apa yang dia yakini sebagai panggilan Tuhan atas hidupnya, melayani orang di Indonesia. Kehidupan yang dimulai penuh dengan pergumulan dan iman namun sekarang sudah mulai terlihat buahnya yaitu gereja kami JPCC. Namun, penekanan ps. Jose malam itu bukan tentang gerejanya yang semakin besar, fasilitasnya yang lengkap atau jumlah jemaat yang semakin bertambah tetapi kepada menghasilkan generasi bintang yang memberi dampak positif dimana saja mereka berkarya (pendidikan, bisnis, hukum, hiburan, dll).

Malam itu aku belajar bahwa passion adalah sesuatu yang kita mulai dari apa yang kita miliki bukan “kalau aku sudah punya banyak uang baru aku akan menolong orang-orang miskin itu.” Aku belajar bahwa passion adalah sesuatu yang membuat kita benar-benar gelisah dan tidak tahan terhadapnya. Aku belajar bahwa passion adalah sesuatu yang seharusnya memberi kontribusi bagi kehidupan orang lain.

Jadi pertanyaannya sekarang, passion aku apa? Aku senang mengatur keuangan perbadiku dan aku senang dengan sukarela membantu orang lain untuk bisa mengatur keuangan pribadinya. Aku tidak tahan dengan orang yang tidak bisa mengatur keuangannya sehingga membawa dia berhutang sampai dia diperbudak oleh hutang itu. Aku ingin sekali orang-orang seperti itu bisa keluar dari pergumulannya dan bebas dari jerat hutang. Aku ingin menjadi Financial Planner. Sekarang mungkin aku belum tau harus memulai dari mana, namun aku yakin kalau memang ini panggilan Tuhan dalam hidupku, aku ingin menjalaninya dengan sepenuh hati dan aku yakin Dia yang akan menolongku menjalaninya.  

No matter how much money this company gives me, I’ll fight for it. For my passion.

Popular Posts